Mendung dan guyuran hujan menyelimuti Olimpico kala AS Roma menjamu Parma di laga terakhir musim ini. Suasana sendu tercipta untuk perpisahan Daniele De Rossi.
Roma menjamu Parma pada pertandingan terakhirnya di musim 2018/2019. Pertandingan memang dimenangi Roma dengan skor 2-1, tapi takdir seolah tahu bagaimana caranya membuat partai ini berjalan dramatis untuk De Rossi.
Seperti diketahui, De Rossi menjalani pertandingan terakhirnya bersama Roma setelah 18 musim. Itu setelah klub memutuskan tak memperpanjang kontraknya yang memang berakhir musim ini.
Roma memimpin duluan di menit ke-35 lewat Lorenzo Pellegrini. Skor itu bertahan sampai memasuki 10 menit terakhir waktu normal.
De Rossi kemudian diganti pada menit ke-82 untuk Cengiz Under, yang disusul sebuah pertanda tak menyenangkan empat menit berselang. Parma menyamakan kedudukan.
Namun seperti kisah-kisah film Hollywood, Serigala Ibukota menolak menyerah sampai segalanya benar-benar berakhir. Sebuah gol dari Diego Perotti di menit ke-89 pada akhirnya memastikan Roma menang dan memberikan akhir positif di laga perpisahan dengan sang kapten.
Di bawah rintik-rintik hujan, Olimpico dan De Rossi pun saling memberikan penghormatan terakhir dalam relasi sebagai fans dan idola. Sejumlah suporter bahkan menitikkan air mata karena kembali kehilangan ikon klub setelah Francesco Totti pensiun pada Mei 2017 silam.
De Rossi memang belum akan pensiun dari sepakbola dan memungkinkan untuk melihat aksi-aksinya. Namun boleh jadi justru itu yang membuat perpisahan ini kian menyakitkan untuk suporter Roma.
Dia adalah sang anak asli Roma: lahir di sana, dididik dan besar di klub yang diidolakannya. Melihat De Rossi memasuki lapangan dengan seragam klub lain bakal memberikan rasa nyeri tersendiri di hati fans Roma, dan pastinya jauh lebih berat ketimbang melihat Totti dalam balutan jasnya saat ini.
Apapun itu, perpisahan sudah digelar. De Rossi sudah melambaikan tangan ke Curva Sud Olimpico untuk terakhir kalinya sebagai pemain Roma.
Diciumnya pula lantai stadion di depan tribune suporter garis keras itu, sebagai penegasan bahwa kendatipun harus pergi, cintanya selalu untuk Roma.